tag:blogger.com,1999:blog-672169502175991334.post8381913401958408638..comments2023-04-28T16:47:44.980+08:00Comments on Meniti Titian Sebenar: Jawapan balas kepada respon balas ustaz al-Katibi: Isu Duduknya Allah di Arash bersama Nabi-Nya-Bahagian 1Adminhttp://www.blogger.com/profile/11876100401023318006noreply@blogger.comBlogger15125tag:blogger.com,1999:blog-672169502175991334.post-7956397870494292322013-10-05T05:06:07.991+08:002013-10-05T05:06:07.991+08:00Kesimpulan dari bantahan al-Katibi
1. Kontradiks...Kesimpulan dari bantahan al-Katibi<br /><br />1. Kontradiksi 1 yang dijawab oleh al-Katibi memakan dirinya apabila terserlah sikap double standard. Kontradiksi 2 pula tidak mampu dijawab kerana jelas al-Katibi menyebutkan , ‘DIAKHIR PUN BELIAU tetap memfokuskan pada persoalan duduknya Nabi di atas Arsy tanpa membahas duduknya Allah” padahal dia mengaku perbahasan terakhir berkaitan dengan duduknya nabi bersama Alllah <br /><br />2. al-Katibi gagal membawakan sanad periwayatan tentang penolakan at-Tabari. Bila riwayat itu sendiri tidak sahih maka tiada guna berhujah dengan perkataan at-Tabari yang tidak bersanad. Riwayat ini tidak sama dengan riwayat Mujahid.<br /><br />3. Kesemua perbahasan at-Tabari (termasuk 3 perbahasan awal) berkaitan dengan istiwa Allah dan duduk nabinya di arash manakala perenggan terakhir jelas merujuk kepada isu duduknya nabi bersama Allah di arash. Al-Katibi masih berdegil tapi tidak mampu menjawab kenapa dibahaskan juga istiwa kepada Allah jika isunya hanya duduknya nabi<br /><br />4. al-Katibi hanya menjawab isu ikhtisar Ibnu Taimiyah tapi tidak dijawab nukilan Syeikh al-Albani sekaligus mengagalkan hujahnya<br /><br />5. al-Katibi gagal menjawab isu kemustahilan sebaliknya difitnah pula Salman Ali<br /><br />6. Al-Katibi berkata penolakan ulama kepada atsar Mujahid adalah kerana pemahaman duduknya Allah dan bukan duduknya nabi padahal itu bercanggah dengan nukilan dari penulisannya sendiri<br /><br />7. Permainan uslub bahasa oleh al-Katibi tidak menjejaskan hujah utama Salman Ali<br /><br />8. al-Katibi tidak menanggapi hujah kesilapan nisbah mazhab sebaliknya fokus kepada isu ragu. <br /><br />9. Hujah ilmu nahu adalah hujah berulang yang tak perlu ditanggapi<br />Adminhttps://www.blogger.com/profile/11876100401023318006noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-672169502175991334.post-34522419605111074032013-10-05T04:53:36.268+08:002013-10-05T04:53:36.268+08:0011. Menjawab kesimpulan al-Katibi
Al-Katibi berka...11. Menjawab kesimpulan al-Katibi<br /><br />Al-Katibi berkata<br />1. Tidak ada yang kontradiksi dalam argumentasi saya sebelumnya. Karena masing-masing memiliki pembahsan tersendiri. Ini yang sejak awal sulit dipahami oleh salman Ali dan kaum wahabi lainnya.<br /><br />Saya menjawab <br /><br />Dibuktikan kontradiksi yang nyata bahkan dengan nukilan dari al-Katibi sendiri. Al-Katibi sendiri gagal memahami substansi hujah<br /><br />2. tidak ada kedustaan dalam argumetasi saya. Kenapa salman ali menyimpulkan saya berdusta ? ada dua kemungkinan : Pertama ia salah memahami gaya interaksi bahasa indonesia saya yang membuatnya salah memahaminya. Kedua : sengaja membuat penyimpulan dusta agar pembaca mempercayai hujjah-hujjahnya.<br /><br />Saya menjawab<br /><br />Ya Salman Ali mungkin silap memahami kalam anda. Tapi anda telah memfitnah Salman Ali dengan pegangan yang tidak dipeganginya<br /><br />3. Salman Ali tidak pandai memahami fungsi MIN LIL BAYAN dalam kalimat ath-Thabari yang berfungsi sebagai fokus pembahasan dalam satu masalah yaitu duduknya Nabi di atas Arsy. <br /><br />Saya menjawab<br /><br />Hujah ini berulang dan tidak menjawab hujah sebelumnya<br /><br />4. Salman Ali dan wahabi lainnya, memang menganggap ulama yang menentang atsar Mujahid seperti al-Wahidi, Fathur Razi, Ibnul Mu’allim al-Qurasyi, adz-Dzahabi, as-Sayuthi dan lainnya sebagai jahmiyyah.<br /><br />Saya menjawab<br /><br />Inilah fitnah yang jelas dari anda. Dimanakah Salman Ali menganggap demikian? Apakah anda telah baca pendirian Salman Ali sebelum berkomentar??<br /><br /><br />5. Pembahasan ah-Thabari : Pertama beliau mengunggulkan pendapat maqam mahmud adalah syafa’at dan mentarjihnya dari atsar Mujahid. Artinya beliau melemahkan pendapat Mujahid. Kedua : beliau menerima pendapat Mujahid dari sudut lainnya yaitu ketika mengatakan duduknya Nabi di atas Arsy. Pendapat ini tidak bisa ditolak dari sudut khobar maupun pandangan. Ketiga : ath-Thabari menyinggung persoalan duduknya nabi bersama Allah di atas Arsy, dan beliau menerimanya dengan pemahaman bahwa Nabi tetap tidak mustahil duduk di atas Arsy dan Allah mubayin atau tidak mubayin dan tidak mumaasin dengan arsy-Nya.<br /><br />Jawapan saya<br /><br />Ini dusta atas nama at-Tabari. Anda memejam mata melihat ketiga-tiga perbahasan at-tabari yang membahas masalah istiwa dan duduknya nabi. Jika hanya dibicarakan berkenaan duduknya nabi, tidak perlu dibahaskan tentang istiwa Allah<br /><br /><br />6. ath-Thabari memahami istiwa Allah sebagaimana pemahaman yang selama ini dipegang oleh ulama asy’ariyyah bahwa Allah tidak mubayin dan tidak mumasin dengan arsy.<br /><br />Jawapan saya<br /><br />Ini tidak menafikan kesahihan riwayat Mujahid yang dipeganginya<br /><br />7. Penolakan dan vonis jahmiyyah ulama yang membela astar Mujahid, adalah berkaitan kepada kaum jahmiyyah yang mengingkari istiwa Allah dan kaum zanadiqah yang mengingkari keutamaan Nabi.<br /><br />Jawapan saya<br /><br />Ini dusta dan dijelaskan dalam artikel kedua Salman Ali.<br /><br /><br />8. Salman Ali masih gagal memahami hujjah ath-Thabari dan manhaj Ibnu Taimiyyah.<br /><br />Jawapan saya<br /><br />Kesimpulan yang terburu-buru<br /><br />9. Salman Ali masih gagal memahami manhaj asya’riyyah dan sejarahnya. <br /><br />Jawapan saya<br /><br />Salman Ali tidak membahas tuntas masalah asyairah, yang dipertikaikan ialah kesalahan menisbahkan mazhab<br />Adminhttps://www.blogger.com/profile/11876100401023318006noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-672169502175991334.post-51133520875312785022013-10-05T04:44:24.719+08:002013-10-05T04:44:24.719+08:0010. Berkaitan salah nisbah mazhab
Salman Ali men...10. Berkaitan salah nisbah mazhab <br /><br />Salman Ali menyebutkan sebelumnya <br /><br />"Yang membuatkan saya lebih tersenyum, bagaimana al-Katibi tidak kisah jika kita menisbahkan secara salah mazhab seseorang. Katanya<br /><br />“Apakah jika ad-Darimi mengtakan bahwa Allah bersemayam di atas Arsy, lalu ada orang mengatakan bahwa ini pemahaman taimiyyah atau wahabi. Orang itu lantas kita salahkan?? Sebab Ibnu taimiyyuun dan wahabi saat ad-Darimi berkata demikian, mereka belum muncul ?? ini sangat lucu. Sebab maksud ucapan orang itu adalah bahwa pemahaman yang dikatakan oleh ad-Darimi juga kenyataannya pemahaman yang dipegang oleh para taimiyyun dan wahhabiyyah”<br /><br />Saya katakan sudah tentu salah!! Sebagai contoh, jika saya buktikan al-Katibi mempunyai pandangan yang sama dengan imam as-Syafie dalam fiqh, apakah saya akan katakan as-Syafie mengakui mazhab al-Katibi atau berfahaman al-katibiah???? Sudah tentu tidak<br /><br />Dengan logika yang sama, apakah valid mengatakan ad-Darimi berfahaman taimiyyah atau wahabiyyah?<br /><br />Sepatutnya bila berlaku persamaan dalam kefahaman, yang datang lewat dinisbahkan kepada yang awal. Jadi dalam contoh, saya katakan al-Katibi berfahaman mazhab syafie atau as-syafiyyah"<br /><br />Ini tidak ditanggapi oleh al-Katibi. Saya beranggapan dia telah mengaku kesilapannya. Selebihnya isu kebingugan itu tidak saya tanggapi kerana tidak penting.<br /><br />Salman Ali mengatakan mungkin bukan ragu sebaliknya memberi ruang kepada al-Katibi untuk memaksudkan sebagai ulama asyairah. Malangnya itu ditafsir sebagai ragu :)Adminhttps://www.blogger.com/profile/11876100401023318006noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-672169502175991334.post-69700092156639210292013-10-05T04:39:25.038+08:002013-10-05T04:39:25.038+08:009. Berkenaan dengan contoh-contoh uslub bahasa
A...9. Berkenaan dengan contoh-contoh uslub bahasa<br /><br />Al-Katibi mengulas panjang lebar tentang isu ini seolah-oleh ingin menunjukkan betapa ilmihanya tulisannya. Padahal hujahnya mudah saja, gaya bahasa at-Tabari berkaitan dengan qiraat itu bersangkut paut dengan maqam mahmud. Sebabnya dalam kedua-dua bab dilakukan tarjih. Perkara yang semudah ini tidak memerlukan jawapan yang panjang dan berpusing-pusing. Point mudahnya simple saja. Kemudian hujah ilmu nahu itu juga berulang hingga tak memerlukan tanggapan baru dari Salman Ali<br />Adminhttps://www.blogger.com/profile/11876100401023318006noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-672169502175991334.post-1073405167678327712013-10-05T04:34:16.024+08:002013-10-05T04:34:16.024+08:008. Penolakan ulama berkaitan riwayat Mujahid
Sebe...8. Penolakan ulama berkaitan riwayat Mujahid<br /><br />Sebelumnya, al-Katibi sendiri kontradik, dikala dia mengitbatkan at-Tabari menerima duduknya nabi arash, dia terpaksa pula menjawab kenapa ulama menolak riwayat tersebut dari sudut matannya (teksnya). <br /><br />Dan dalam artikel sebelumnya Salman Ali buktikan al-Katibi tidak menjawab persoalan ini (yang asalnya dia sendiri lontarkan) sebaliknya dia mengaitkan dengan isu jahmiyyah. <br /><br />Kini kita lihat pula komentar terbarunya yang nyata pembohongannya<br /><br />"Penolakan para ulama terhadap atsar Mujahid adalah bekenaan pemahaman duduknya Allah, bukan duduknya Nabi sebagaimana telah saya jelaskan di awal artikel (namun sulit dipahami Salman Ali). Terbukti tak ada satupun ulama asy’ariyyah yang mengingkari duduknya Nabi di atas Arsy, namun mereka tidak berani menetapkannya maupun menafikannya disebabkan tidak adanya nash shahih tentang ini"<br /><br />Komentar saya<br /><br />Al-Katibi berkata penolakan ulama kepada atsar Mujahid adalah kerana pemahaman duduknya Allah dan bukan duduknya nabi. Sekarang akan dinukilkan dari kenyataan-kenyataan ulama yang dia sendiri sebutkan dalam artikelnya. Sangat jelas ulama ini merujuk kepada penolakan duduknya nabi di Arash!!<br /><br />kitab al-Uluw al-Hafidz Azd-Ddzahabi :<br /><br /><br />أن الفقيه أبا بكر أحمد بن سليمان النجاد المحدث قال فيما نقله عنه القاضي أبو يعلى الفراء لو أن حالفا حلف بالطلاق ثلاثا أن الله يقعد محمدا على العرش واستفتاني لقلت له صدقت وبررت<br /><br />“ Sesungguhnya al-Faqih Abu Bakar Ahmad bin Ssulaiman an-Najjad al-Muhaddits berkata : “ Seandainya seorang penyumpah bersumpah bahwa dia akan mentalak istrinya tiga kali dengan sumpah bahwa Allah mendudukan Muhammad di atas Arsy-Nya, dan meminta fatwa padaku, maka aku akan jawab : engkau benar “.<br /><br />Maka adz-Ddzahabi menanggapinya :<br /><br /><br /> فأبصر حفظك الله من الهوى كيف آل الغلو بهذا المحدث إلى وجوب الأخذ بأثر منكر واليوم فيردون الأحاديث الصريحة في العلو بل يحاول بعض الطغام أن يرد قوله تعالى الرحمن على العرش استوى<br /><br />“ Maka sadarlah engkau –semoga Allah menjagamu dari hawa nafsu- bagaimana muhaddits ini begitu ghuluw (berlebihan) kepada wajibnya memegang atsar mungkar ini, hari ini mereka menolak hdits-hadits jelas tentang keluhuran Allah, bahkan sebgian pendurka merubah firman Allah Ta’aa : “ Sesungguhnya Allah ar-Rahman beristiwa di atas Arsy <br /><br />Al-Katibi, lihat betul-betul, az-Zahabi jelas menolak riwayat ini walaupun redaksinya menyebutkan ‘Allah mendudukan Muhammad di atas Arsy-Nya’<br /><br />Seterusnya ulama lain yang menolak tidak pernah kata “bekenaan pemahaman duduknya Allah, bukan duduknya Nabi’ sebaliknya mereka menerima ia sebagai kemuliaan. <br /><br />(قلت) فيحتمل أن تكون الإضافة إضافة تشريف وعلى ذلك يحمل ما جاء عن مجاهد وغيره<br /><br />“ Aku katakan (Ibnu Hajar) : “ Maka diihtimalkan (dimungkinkan maknanya) bahwa sandaran itu berupa sandaran kemuliaan. Atas dasar ini pula (diihtimalkan pula) apa yang datang riwayatnya dari Mujahid dan selainnya <br /><br /><br />وقال ابن عطية هو كذلك إذا حمل على ما يليق به<br /><br />“ Ibnu ‘Athiyyah berkata : “ Itu juga demikian, jika diihmalkan (dimungkinkan maknanya) terhadap makna yang layak bagi-Nya <br /><br />Persoalan, dimana ulama-ulama ini hanya membahaskan duduknya nabi di arash?? Atau itu adalah anggapan peribadi al-Katibi yang kontradik dengan nukilannya sendiri??<br /><br /><br />Sekali lagi al-Katibi memfitnah Salman Ali dengan berkata, <br /><br />Jika menuruti pemahaman Salman Ali dan kaum wahabi lainnya, maka secara langsung atu pun tidak, mereka setuju dan menuduh bahwa ulama yang menentangnya seperti al-Wahidi, Fathur Razi, adz-Dzahabi, Ibnul Mmu’allim al-Qurasyi, as-Suyuthi, Albani, bahkan ath-Thabari sendiri sebagai jahmiyyah. Inikah sikap Ahlus sunnah ??<br />Adminhttps://www.blogger.com/profile/11876100401023318006noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-672169502175991334.post-11635690653519262712013-10-05T04:31:24.799+08:002013-10-05T04:31:24.799+08:007. Hujah berkaitan kemustahilan
Al-Katibi menyebu...7. Hujah berkaitan kemustahilan<br /><br />Al-Katibi menyebutkan<br /><br />"Ketidak mustahilan Nabi yang lebih dari itu adalah ketidak mustahilan yang tidak berkaitan dengan sifat Allah sekiranya dapat mengurangi sifat kelayakan dan kesempurnaan Allah. Jika seandainya Allah duduk bersama Nabi sebagaimana sifat makhluk-Nya (seperti pemahaman wahabi Mujassimah ), maka hal ini sungguh disucikan dari Allah. Dan hal ini ini sungguh ditolak oleh ath-Tthabari sendiri sebagaimana nanti akan saya jelaskan.Maka secara akal sehat dan naql pemahaman duduknya Allah sebagaimana duduknya makhkuk seperti bersentuhan dan bertempat, sangatlah dijauhkan dari sifat-sifat Allah. Rupanya wahabi dan Salman Ali menyamakan Allah dan makhluk, sehingga sifat Allah dan makhluk tidak berbeda dalam pandangan Salman Ali dan kaum wahabi lainnya. Naudzu billahi, itulah koensekuensi dari pemahaman Salman Ali, samaada disadari atau tidak.Berkaitan matan-matan penolakn yang saya sebutkan, lagi-lagi kurang cermat dipahami salman ali. Saya akan detailkan penjelasannya nanti"<br /><br />Komentar saya<br /><br />Al-Katibi memusing perkataannya disini. Pada artikel sebelumnya, dia menjelaskan tidak ada satu pun yang mustahil bagi Allah. Bahkan al-Asyairah boleh menyakini lebih dari itu. Kini dia memusingkannya dengan berkata,<br /><br />“Ketidak mustahilan Nabi yang lebih dari itu adalah ketidak mustahilan yang tidak berkaitan dengan sifat Allah sekiranya dapat mengurangi sifat kelayakan dan kesempurnaan Allah”<br /><br />Jika begini hujahnya, dengan mudah saya patahkan dengan pertanyaan berikut, ‘ apakah anda bermaksud tidak ada satupun mustahil bagi Allah hanya bersangkutan dengan nabi dan tidak pada diriNYa sendiri???<br /><br />Kemudian al-Katibi tidak faham dengan soalan-soalan retorik Salman Ali sebelumnya, iaitu <br /><br />"Dengan itu, apa yang mustahil untuk menerima Allah mendudukkan nabi di arash bersamaNYA sedangkan tidak ada apa yang mustahil bagiNYA??<br /><br />Dari sudut aqal pula, mendudukkan nabi bersama Allah adalah lebih mustahil berbanding mendudukkan nabi di arash berseorangan, oleh sebab al-asyairah boleh menerima lebih dari itu, tak salah mereka menerimanya"<br /><br />Salman Ali mengajukan soalan-soalan ini untuk membungkam alasan tidak ada yang mustahil bagi Allah seperti yang dihujahkan al-Katibi, malangnya al-Katibi telah memfitnah Salman pula dengan berkata<br /><br />“Rupanya wahabi dan Salman Ali menyamakan Allah dan makhluk, sehingga sifat Allah dan makhluk tidak berbeda dalam pandangan Salman Ali dan kaum wahabi lainnya”<br /><br />Ini tuduhan dusta pada Salman Ali. Dan Salman Ali bersiap untuk mubahalah jika al-Katibi terus dengan fitnah ini. Apakah dia buta melihat kenyataan Salman Ali yang ini???<br /><br />“Kebersamaan Allah sama sekali tidak sama seperti makhluk dan tidak diumpamakan”<br /><br />Jelas al-Katibi tidak mampu membantah apa-apa berkaitan dengan isu kemustahilan melainkannya mendatangkan fitnah pula pada Salman Ali<br />Adminhttps://www.blogger.com/profile/11876100401023318006noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-672169502175991334.post-51128770036809020642013-10-05T04:30:03.299+08:002013-10-05T04:30:03.299+08:00This comment has been removed by the author.Adminhttps://www.blogger.com/profile/11876100401023318006noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-672169502175991334.post-71756699554687462312013-10-05T04:27:07.165+08:002013-10-05T04:27:07.165+08:006. Berkenaan hujah ikhtisar
Al-Katibi berkata
Re...6. Berkenaan hujah ikhtisar<br /><br />Al-Katibi berkata<br /><br />Redaksi yang ada dalam ucapan Ibnu Taimiyyah itu ada dua konsep : pertama konsep dari pemahaman Ibnu Tiamiyyah dan konsep penukilannya. Konsep pertama merupakan konsep pemahaman dan penyimpulan Ibnu Taimiyyah sendiri bukan konsep para ulama maupun ath-Thabari. Yakni dalam konsep pertama (إذَا تَبَيَّنَ هَذَا فَقَدْ حَدَثَ الْعُلَمَاءُ الْمَرْضِيُّونَ وَأَوْلِيَاؤُهُ الْمَقْبُولُونَ : أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُجْلِسُهُ رَبُّهُ عَلَى الْعَرْشِ مَعَهُ . رَوَى ذَلِكَ مُحَمَّدُ بْنُ فَضِيلٍ عَنْ لَيْثٍ عَنْ مُجَاهِدٍ ؛ فِي تَفْسِيرِ : { عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا } وَذَكَرَ ذَلِكَ مِنْ وُجُوهٍ أُخْرَى مَرْفُوعَةٍ وَغَيْرِ مَرْفُوعَةٍ قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ) maka Ibnu Taimiyyah sedang membuat kesimpulan menurut klaimnya bahwa para ulama yang diridhoi dan wali yang diterima membicarakan hadits duduknya Allah bersama Nabi di atas Arsy. Ini keyakinan yang dipegang oleh Ibnu Tiamiyyah.<br /><br /><br />Adapun konsep kedua, adalah penukilan Ibnu Taimiyyah yang menukil kalam Ibnu Jarir walaupun sedikit ada kecurangan dari Ibnu Taimiyyah dalam menukilnya.<br /><br /><br />Dalam penukilan Ibnu Taimiyyah, seolah ucapan Ibnu Jarir setuju dengan ucapan Mujahid yang mengatakan duduknya Allah dengan Nabi di atas Arsy dan tidak bertentangan dengan pendapat maqam mahmud adalah syafa’at. Padahal setelah diteliti dan dikaji ternyata Ibnu Jarir lebih memilih pendapat maqam mahmud adalah syafa’at dan mentarjihnya. Artinya ia melemahkan pendapat Mujahid dalam sisi yang lainnya, adapun sisi pendapat Mujahid tentang duduknya Nabi di atas Arsy, maka ath-Thabari mengatakan hal itu tidaklah mustahil. <br /><br />Komentar saya<br /><br />Saya setuju dengan anda kenyataan itu dinukil kembali dari Ibnu Jarir. Tapi kenapa tidak anda membantah nukilan syeikh al-Albani yang anda sendiri bawakan. Kenapa anda diam ketika Salman Ali membawakan contoh al-Albani melakukan ikhtisar??<br /><br /> Lihat pernyataan saya sebelumnya<br />“Sudah dijelaskan riwayat yang dibahaskan oleh Mujahid jelas menyebutkan redaksi ‘‘Allah mendudukan nabi di Arash bersamaNYa’<br /><br />Cuma saja ulama yang menukil kembali riwayat ini melakukan ikhtisar (ringkasan).Hujah ini dikuatkan dengan melihat kepada teks ulama yang membantah kesahihan riwayat Mujahid. Rujuk saja kepada bantahan Syeikh al-Albani yang dinukil oleh al-Katibi sendiri<br /><br />Albani pun menolak keras atsar ini dan mendhaifkannya, ia berkata :<br /><br />وتفسير بعضهم لقوله تعالى : عسى أنْ يَبْعَثَكَ رَبُكَ مَقَاماً مَحْموداً بإقعاده على العرش مع مخالفته لما في الصحيحين وغيرهما أنّ المقام المحمود الشفاعة العظمى ، فهو تفسير مقطوع غير مرفوع عن النبي ، ولو صح ذلك مرسلاً لم يكن فيه حجة ، فكيف وهو مقطوع موقوف على بعض التابعين ؟! ، وإنّ عجبي لا يكاد ينتهي من تحمس بعض المحدثين السالفين لهذا الحديث الواهي والأثر المنكر<br /><br />“ Dan tafsir sebagian mereka atas ayat : “ Semoga Tuhanmu mengutusmu kepada kedudukan yang terpuji “, dengan penafsiran : “ Duduknya di atas Arsy padahal bertentangan dengan yang ada dalam dua kitab sahih dan selainnya bahwa maqam mahmud adalah syafa’at al-Udzma. Maka penafsiran itu (duduknya di atas Arsy) adalah penafsiran yang terputus, tidak marfu’ dari Nabi. Seandainya sahih secara mursal, maka tidak bisa dijadikan hujjah. Bagaimana tidak, sedangkan atsar itu terputus dan terhenti atas sebagian tabi’in saja. Aku sungguh heran tak habis-habis kepada sebagian ahli hadits terdaulu yang menerima hadits lemah ini dan atsar mungkar ini “<br /><br />Persoalan kepada al-Katibi, apakah syeikh al-Albani sedang merujuk kepada riwayat lain atau riwayat Mujahid??? Perhatikan, walaupun riwayat Mujahid menyebutkan ‘duduk bersamaNya’, syeikh al-Albani tetap menukilkan sebagai ‘Duduknya di atas Arsy” <br /><br />Kenapa tidak ditanggapi syeikh al-Albani??? Apakah al-Albani juga hanya merujuk kepada duduknya nabi di Arash dan bukannya duduknya nabi bersama Allah di arash???<br />Adminhttps://www.blogger.com/profile/11876100401023318006noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-672169502175991334.post-91503253613858461532013-10-05T04:25:51.245+08:002013-10-05T04:25:51.245+08:005. Kefahaman kepada teks at-Tabari
Al-Katibi ber...5. Kefahaman kepada teks at-Tabari<br /><br />Al-Katibi berkata, <br /><br />a) Memang ada dua pembahasan yaitu berkenaan syafaat dan duduknya Nabi di atas Arsy. Karena di sini fokus sedang membicarakan keutamaan Nabi. Walaupun di akhir menjadi lebar pembahasannya tentang duduknya Allah di atas Arsy.<br /><br />b) qarinah terkuat dan terbesar adalah cara memahaminya sesuai dengan uslub nahwiyyah yang tampak jelas dalam ucapan ath-Thabari berkenaan pembahasan dan qarinah akhir pada perenggan akhir di mana beliau mulai membahas duduknya Allah di atas Arsy. <br /><br />c) Justru saya tanyakan kepada anda, apa qarrinah imam ath-Thabari meringkas ucapannya itu ? ini hanyalah hujjah karangan dan dongeng anda saja. Bukankah ini masalah prinsipil ??<br /><br />d) selepasnya memang beliau mulai menyinggung duduknya Allah di atas Arsy, dan ini juga justru merupakan qarinah terkuat bahwa pembahasan awal dan akhir berbeda.<br /><br />e) ya benar, akhirnya anda mengakui bahwa di perenggan akhir imam ath-thabari sedang menyinggung pembahasan ISTIWA Allah yang jawabannya di pilih oleh ath-Thabari menggunakan pendapat kelompok pertama dan kedua, dan membuang pendapat kelompok ketiga yaitu pendapat mujassimah yang meyakini Allah mumaasin dan mubayin di Arsy sebagaimana pendapat kaum wahabi dan Ibnu Tiamiyyah seperti yang telah saya jelaskan sebelumnya.<br /><br />f) perenggan akhir justru membahas topik lain yaitu tentang duduknya Allah di atas Arsy artinya pembahasan tentang Istiwa Allah di atas Arsy, menurut ath-Thabari jika menggabungkan pembhasan pertama dengan pembahasan kedua ini, maka duduknya Nabi di atas Arsy pun tidak mustahil sebab Allah tetap tidak mumasin dengan Arsy.<br /><br />Komentar saya<br /><br />Hujah ini adalah pengulangan seperti artikel-artikel sebelumnya.<br /><br />Jadi saya juga tidak perlu mengulang. Alhamdulillah, saya telah jelaskan kesemua perbahasan at-Tabari berkisarkan kepada istiwa Allah dan duduknya nabi di arash. <br /><br />Perenggan terakhir lebih jelas membincangkan duduknya nabi bersama Allah. Hujah dalam artikel sebelumnya telah memadai.<br /><br />Cuma yang menarik perhatian adalah soalan retorik al-Katibi ini, <br /><br />“Justru saya tanyakan kepada anda, apa qarrinah imam ath-Thabari meringkas ucapannya itu ? ini hanyalah hujjah karangan dan dongeng anda saja. Bukankah ini masalah prinsipil ??<br /><br />Sepatutnya al-Katibi sendirilah yang menjelaskannya kepada Salman Ali, dan hingga kini tidak ada sebarang qarinah yang kuat untuk mengubah subjek perbahasan. <br />Adminhttps://www.blogger.com/profile/11876100401023318006noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-672169502175991334.post-328977031842832242013-10-05T04:23:56.399+08:002013-10-05T04:23:56.399+08:004. Isu perenggan akhir at-Tabari
Pembaca yang budi...4. Isu perenggan akhir at-Tabari<br />Pembaca yang budiman, pada artikel pertama al-Katibi, dia tidak menterjemahkan perenggan akhir ini. Pada artikel kedua pula dia berdusta mengatakan sejak dulu lagi dia sudah membicarakan tentang perenggan terakhir. Kini pada artikel ketiga ini dia mengatakan<br /><br />“Adapun diperenggan akhir, maka saya sama sekali tidak terkejut.<br /> Justru hal itu semakin menunjukkan bahwa pembahasan sebelumnya sedang membicarakan duduknya Nabi di atas Arsy saja. Perenggan akhir ini (فإن قال قائل : فإنا لا ننكر إقعاد الله محمدا على عرشه ، وإنما ننكر إقعاده . ) ath-Thabari sedang membahas duduknya Allah di atas Arsy bersama Nabi. Oleh karenanya beliau tidak mengikut sertakan pembahasan ini dengan pembahasan duduknya Nabi di atas Arsy pada pembahasan sebelumnya.<br /><br />Arti huruf fa’ jika kita mau tafsirkan adalah : “ Jika kalian tidak mengingkari duduknya Nabi di atas Arsy dari segi khobar maupun semua pendapat, tapi kalian berkata bahwa kalian mengingkari duduknya Allah di atas Arsy, Maka jawabannya adalah.....”.<br /><br />Kemudian beliau memerinci jawabannya : Jika menjawab Allah mendudukkan Nabi bersama-Nya, maka jawaban ath-Thabari adalah mengambil salah satu dari pendapat kelompok pertama (Allah mubaayin dari atas Arsy) ata memilih pendapat kelompok kedua (yaitu Allah tidak mumaasin dan tidak mubaayin). Artinya beliau menjawab bahwa duduknya Allah bermakna Allah mubayin dari arsy-Nya atau Allah tetap sebagaimana wujudnya sebelum menciptakan Arsy, yaitu tidak mumaasin dan juga tidak mubaayin. Sedangkan kelimpok kedua ini, adalah pemahaman yang selama ini diyakini oleh kaum asy’ariyyah sejak dahulu hingga saat ini.Jika sedikit mau merenungi hal ini, nyatalah bahwa tidak ada yang kontradiksi sama sekali dalam ucapan saya di atas, hanya saja kaum salafi memang sudah menjadi tabiat mereka lemah di dalam memahami redaksi ulama terlebih redaksi ayat ataupun hadits.<br /><br />Komentar saya<br /><br />Hujah al-Katibi kini ternyata salah dan tidak menjawab hujah Salman Ali. Perhatikan kepada kontradiksi yang saya sebutkan dulu<br /><br />“Al-Katibi telah mengaku bahawa perenggan akhir yang tidak diterjemahkan pada artikel sebelumnya merujuk kepada duduknya Allah bersama Nabi di Arash<br /><br />“Kemudian ath-Thabari menjawab orang yang menolak duduknya Nabi bersama Allah, ia mengatakan bahwa penolakan itu keluar dari ketiga kelompok Islam yang telah beliau sebutkan sebelumnya”<br /><br /><br />Malangnya pada permulaanya, dia tidak sebutkan demikian sebaliknya dia katakan ia hanya rujuk pada duduknya nabi Arash tanpa membahaskan duduknya Allah<br /><br />“Dari uslub dan manhaj ath-Thabari, diawal sekali sedang membicarakan tentang MAQAM MAHMUD (kedudukan terpuji) yang akan diperoleh oleh Nabi kelak di akherat. Maka pembahasan tentu terfokus pada persoalan Nabi. Walaupun di tengah-tengah pembahasan imam ath-Thabari sempat membawakan ucapan Mujahid secara utuh bahwa Allah mendudukkan Nabi di atas Arsy bersama-Nya. Diakhir pun beliau tetap memfokuskan pada persoalan duduknya Nabi di atas Arsy tanpa membahas duduknya Allah”<br /><br /><br />Boleh jadi pada awalnya dia masih berpegang perbahasan itu berkisar pada isu duduknya nabi di Arash tapi akhirnya terkejut melihat perenggan terakhir at-Tabari yang jelas menyebutkan duduknya Nabi bersama Allah- tamat nukilan<br /><br /><br />al-Katibi tidak faham kritikan Salman Ali. Al-Katibi mengatakan di akhir perbahasan pemfokusan at-Tabari tetap kepada persoalan duduknya nabi di Arash TANPA MEMBAHASKAN DUDUKNYA ALLAH’. Tapi dia sendiri akhirnya mengaku perenggan terakhir membicarakan jawapan at-Tabari kepada orang yang menolak duduknya Nabi bersama Allah!! Ini kontradik yang nyata!! <br /><br />Al-Katibi tidak sedar perkata ini kemudian memutarbelit mengatakan perbahasan awal berkaitan duduknya nabi di arash dan perbahasan akhir berkaitan duduknya nabi bersama Allah. Padahal dia sendiri menyebutkan, ‘’’ Diakhir pun beliau..<br />Adminhttps://www.blogger.com/profile/11876100401023318006noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-672169502175991334.post-53850108255136697102013-10-05T04:13:34.962+08:002013-10-05T04:13:34.962+08:003. Duduknya nabi Arash
Al-Katibi berkata
Meliha...3. Duduknya nabi Arash<br /><br />Al-Katibi berkata<br /><br />Melihat fakta ini, maka jelas lah bahwa imam ath-Thabari sama sekali tidak mensahihkan atsar Mujahid dalam pentarjihannya dan lebih memilih hadits sahih tentang syafa’at. Adapun berkenaan duduknya Nabi di atas Arsy, maka beliau membenarkan terjadinya hal ini (tidak mustahil terjadi). Duduknya Nabi di atas Arsy, sangatlah tidak mustahl baik dai segi khobar maupun pendapat kelompok umat Islam. Oleh karenanya beliau mengatakan :<br /><br /><br /><br /> لا من جهة خبر ولا نظر وذلك لأنه لا خبر عن رسول الله صلى الله عليه وسلم، ولا عن أحد من أصحابه، ولا عن التابعين بإحالة ذلك<br /><br /><br />“...tidak dari segi khobar maupun pendapat, “ Yang demikian itu (tidak boleh ditolak) karena tidak ada hadits dari Rasulullah, dari seorang pun sahabat maupun tabi’in yang memustahilkan hal tersebut “.<br /><br /><br />Coba renungkanlah, seandainya beliau ikut mensertakan pembahasan duduknya Allah bersama Nabi, tidak mungkin beliau beralasan dengan kemustahilan, sebab secara dharuri kita akan mengakui bahwa tidak ada yang mustahil dari apa yang Allah perbuat. Ini menunjukkan bahwa penta’lilan itu terfokus pada perkara duduknya Nabi di atas Arsy saja.<br /><br /><br />Komentar saya<br /><br />Kenyataan berulang ini tidak perlu saya tanggapi. Cuma saya ada persoalan kepada al-Katibi, selain dari riwayat Mujahid, dimanakah at-Tabari membahaskan berkenaan duduknya nabi di arash??<br /><br />Oleh kerana al-Katibi begitu yakin konteksnya berkenaan duduknya nabi di arash, sudah tentu at-Tabari ada membahaskannya secara berasingan. <br /><br />Kenapa tiba-tiba saja dibahaskan pada riwayat Mujahid yang mana redaksinya tidak menyebutkan nabi duduk di arash sebaliknya ‘duduknya nabi BERSAMA Allah di arash’<br /><br />Hujah al-Katibi akan menjadi logik sekiranya di tempat lain, at-Tabari dengan jelas menyatakan akan bolehnya duduk nabi di Arash. Jika ada, maka mungkin boleh diterima konteksnya dalam riwayat Mujahid juga sama. Jika tidak, ia tetap penafsiran yang sia-sia<br />Adminhttps://www.blogger.com/profile/11876100401023318006noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-672169502175991334.post-62469501784252491122013-10-05T04:12:00.872+08:002013-10-05T04:12:00.872+08:002. Riwayat penolakan at-Tabari
al-Katibi mengatak...2. Riwayat penolakan at-Tabari<br /><br />al-Katibi mengatakan, <br /><br />Maka tak heran jika di lain sisi, ath-Thabari menolak atsar JULUS bahkan menolak pula duduknya Nabi di atas Arsy. Sebagaimana disebutkan berikut ini :<br /><br /><br />وفي بعض المجامع أن قاصا جلس ببغداد فروى في تفسير قوله تعالى { عسى أن يبعثك ربك مقاما محمودا } أنه يجلسه معه على عرشه فبلغ ذلك الإمام محمد بن جرير الطبري فاحتد من ذلك وبالغ في إنكاره وكتب على باب داره سبحان من ليس له أنيس ولا له في عرشه جليس فثارت عليه عوام بغداد ورجموا بيته بالحجارة حتى انسد بابه بالحجارة وعلت عليه<br /><br />“ Di sebagian perkumpulan, sesungguhnya ada seorang pencerita duduk bermajlis di Baghdad, lalu ia membawakan riwayat tafsir ayat “ Semoga Tuhanmu membangkitkanmu dengan kedudukan yang terpuji “, sesungguhnya Allah akan mendudukkan Nabi bersamaNya di atas Arsy-Nya. Maka kabar ini sampai didengar oleh imam ath-Thabari sangat marah dari hal itu dan sangat mengingkarinya, maka beliau menulis di pintu rumahnya : “ Maha Suci Dzat yang tidak memiliki teman dekat (anis) dan tidak memiliki teman duduk di atas Arsy-Nya “. Maka kaum awam Baghdad terprofokasi dan melempari beliau dengan batu hingga pintu rumahnya penuh dengan batu yang menutupinya “.[1]<br /><br />Kisah ini sangatlah masyhur di kalangan ulama sejarah, bahkan tak ada satu pun ulama yang melemahkan kisah ini, semua mengakui dan menerima adanya kisah ini. Melemahkan kisah ini, sama saja merendahkan para ulama yang menukilnya.<br /><br />…………………………..<br />Sanad yang tidak disebutkan oleh para ulama yang membawakan kisah ath-Thabari tersebut, bukan lantas menjatuhkan hujjah tersebut dan mendhaifkan kisah tersebut. Ini alasan yang mengada-ngada. jIka Salman Ali mengatakan bahwa tak ada satu pun ulama salaf menolak atsar Mujahid hanya karena diterima dan dibawakan para ulama (talaqatthu bilqabuul) walaupun sanadnya dhaif, maka kenapa menolak kisah ath-Thabari yang juga diterima dan dibawakan oleh para ulama ??<br /><br /><br />Penerimaan banyak para ulama khususnya ulama ahli sejarah terhadap kisah pilu ath-Thabari tersebut berkenaan penolakannya tentang hadits julus dalam kitab-kitab mereka, merupakan bukti adanya kisah tersebut.<br /><br /><br />Yaqut al-Hamawi menyebutkan kisah itu dalam kitab tarikhnya Mu’jam al-Udaba : 6/2450. Ibnu Atsir menyebutkannya dalam kitabnya al-Kamil, as-Subuki menyebutkannya di ath-Thabaqat, Ibnu Katsir menyebutkannya di kitab Tarikhnya Al-Bidayah : 11/146, as-Suyuthi menyebutkan di Tahdzir al-Khawwash min Ahaadits al-Qashshash : 1/161 dan lainnya. Semua ulama tak ada satupun yang mengatakan kisah ini dhoif namun isyarah menunjukkan adanya kisah ini fakta karena kisah ini begitu terkenal dan masyhur.<br />Dan hujjah ath-Thabari dalam kisah itu yang mengatakan :<br /><br />وأما حديث الجلوس على العرش فمحال، ثم أنشد: سبحان من ليس له أنيس, ولا له في عرشه جليس<br /><br />“ Adapun hadits julus (duduk) di atas Arsy, maka itu adalah mustahil, kemudian beliau menyennadungkan syair : “ Maha Suci Dzat yang tidak memiliki teman dekat dan tidak memiliki teman duduk di atas Arsy-Nya “<br /><br /><br />Komentar saya<br /><br />Alhamdulillah, al-Katibi gagal membawakan apa-apa sanad seperti yang saya minta. Hanyasaja riwayat ini masyhur dalam kitab-kitab ulama bukan bermaksud ia mesti sahih. Hanya saja ia tak dilemahkan dengan sharih, bukan juga bermakna ia sahih. Jika ini metodologinya, maka bergembiralah syiah yang suka menggunakan method yang sama ketika menghujat ahlu sunnah. <br /><br />Tindakan menyamakan riwayat Mujahid adalah tindakan dangkal. Riwayat Mujahid mempunyai sanad untuk diperiksa kesahihannya bukan seperti riwayat sejarah yang tidak bersanad<br />Adminhttps://www.blogger.com/profile/11876100401023318006noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-672169502175991334.post-88283120337631179722013-10-05T04:10:28.767+08:002013-10-05T04:10:28.767+08:00Jawapan balas kepada respon balas ustaz al-Katibi:...Jawapan balas kepada respon balas ustaz al-Katibi: Isu Duduknya Allah di Arash bersama Nabi-Nya-Bahagian 3<br /><br />Saya telah membaca penulisan terbaru ARG yang menjawab artikel ini<br /><br />http://asyaariresearchgroup.blogspot.com/2013/10/jawaban-balik-kepada-atas-tanggapan.html<br /><br />Oleh kerana artikel terbaru al-Katibi tidak mencapai standard yang dikehendaki, cukup saja dengan balasan komentar diruangan ini. <br /><br />Saya akan membidas hujah-hujah yang saya fikir perlu dikomentar. Adapun hujah-hujah berulang dan tidak bernilai pada mata saya, tidak saya tanggapi kerana telah cukup artikel-artikel sebelumnya. <br />Isu 1: Berkenaan dengan kontradiksi<br /><br />Al-Katibi berkata:<br /><br />"Dia mengira saya di awal mengatakan ath-Thabari mendhaifkan atasar Mujahid dan kemudian saya mngatakan ath-Thabari mensahikan astar Mujahid, baiklah saya cuba terangkan lebih detail :Saya katakan : Yang tidak disahihkan oleh ath-Thabari adalah riwayat Mujahid yang menceritakan duduknya Nabi bersama Allah di atas Arsy (nash lengkap). Dan lebih mensahihkan riwayat Abu Hurairah yang mentafsirkan maqam mahmud dengan syafa’at.Adapun yang disahihkan dan dibenarkan oleh ath-Thabari adalah ketidak mustahilan duduknya Nabi di atas Arsy dalam redaksi Mujahid tersebut. Dua pembahasan berbeda yang sedang disinggung oleh beliau.Pentarjihan beliau adalah sebagai bukti bahwa beliau lebih mengambil hadits sahih tentang syafa’at daripada pendapat Mujahid. Dan yang disahihkan oleh ath-Thabari bukanlah pendapat Mujahid secara keseluruhan melainkan pendapat Mujahid yang menyinggung duduknya Nabi Muhammad di atas Arsy. <br /><br />Komentar saya<br /><br />Alhamdulillah, kuasa Allah menunjukkan bagaimana al-Katibi telah terperangkap dengan tulisannya sendiri. Saya boleh menerima penjelasannya ini. Sedar tidak sedar, penjelasan al-Katibi ini memakan dirinya sendiri. Sebabnya dalam kesimpulan yang saya katakan kontradik itu, al-Katibi tidak menyebutkan ‘duduknya Nabi bersama Allah di atas Arsy’ sebaliknya dia hanya meringkaskan dengan <br /><br />‘Ath-Thabari memang tidak mendhaifkan ucapan Mujahid, akan tetapi ia tidak mengambil ucapan itu melainkan lebih memilih ucapan jumhur ulama yang mentakwil dengan syafa’at”<br /><br />Lihat bagaimana sikap double standard al-Katibi. Ketika mana dia meringkaskan kesimpulan, dia menganggap maksud at-Tabari tidak mensahihkan duduknya Allah bersama Nabi walaupun jelas riwayat Mujahid menyebutkannya. Dia menganggap kenyataannya tidak kontradik dan sama penafsirannya<br /><br />Tetapi bilamana ulama-ulama sunnah meringkaskan riwayat Mujahid dengan hanya menyebut ‘duduknya nabi di Arash’ lantas dia kata itu membawa dua penafsiran berbeza!!<br />Adminhttps://www.blogger.com/profile/11876100401023318006noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-672169502175991334.post-29143779677851972932013-10-03T02:11:39.568+08:002013-10-03T02:11:39.568+08:00Diharap ustaz dapat mengekalkan sikap merendah dir...Diharap ustaz dapat mengekalkan sikap merendah diri, dan kemuliaan akhlak dalam penulisan begini boleh membuka pintu kebenaran kepada sesiapa yang ikhlas dalam menimba ilmu. InsyaAllah... terima kasih atas perkongsian ilmu.. saya masih menanti hujahan balas dari pihak berikutnya supaya perkara ini dapat dikemaskan pemahamannya...Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-672169502175991334.post-88956804218749470782013-10-01T14:31:40.670+08:002013-10-01T14:31:40.670+08:00JazakAllah Ustaz. Terima kasih kerana berkongsi il...JazakAllah Ustaz. Terima kasih kerana berkongsi ilmu2 dan sudi berhujah secara berilmiah. Moga diberkati dan diredhai Allah.Amir Yugihttps://www.blogger.com/profile/04544736374643351696noreply@blogger.com